Aceh Singkil – Ironi besar mencoreng wajah Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Di tengah gencarnya kampanye antikorupsi, gratifikasi, dan integritas yang baru saja digelar Bupati Safriadi Oyon, justru muncul insiden memalukan. Seorang kepala dinas diduga terlibat praktik gratifikasi untuk meredam kritik publik.
Oknum Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop dan UKM) Aceh Singkil berinisial MD, dituding mencoba menyuap Ketua Dewan Pimpinan Pusat Barisan Intelektual Muda Tanah Rencong (DPP BEM-TR), Muhammad Syariski. Insiden itu terjadi Rabu sore, 20 Agustus, hanya beberapa jam setelah acara sosialisasi antikorupsi dibuka oleh bupati.
Syariski mengungkapkan, bukan sekali ini dirinya ditawari uang oleh kepala dinas tersebut. Pada 12 Agustus lalu, ia dipanggil oleh seorang ASN berinisial Y ke kantor Disperindag. Di sana, sebuah amplop berisi uang secara tiba-tiba diselipkan ke tangannya. Penolakan keras sudah ia lakukan, namun upaya serupa kembali dilakukan MD pekan ini dengan cara lebih kasar: arogan, bahkan disertai ancaman fisik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sudah dua kali terjadi. Pertama, 12 Agustus lalu di kantor Disperindag, amplop uang langsung diselipkan ke tangan saya. Hari ini lebih parah, kepala dinas berdiri arogan, bahkan mengancam ingin menampar saya,” kata Syariski.
Motif gratifikasi itu, menurut Syariski, terkait sikap kritis DPP BEM-TR terhadap dugaan penyimpangan anggaran di dinas yang dipimpin MD. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Tahun 2024 mengungkap adanya Rp 3,83 miliar belanja barang yang belum pernah sampai ke masyarakat penerima, dengan alasan menunggu Surat Keputusan (SK) bupati. BPK juga mencatat kerugian negara akibat kekurangan volume rehabilitasi showroom Dekranasda di Gunung Meriah senilai Rp 92,3 juta.
Syariski menilai alasan menunggu SK hanyalah dalih untuk menutupi praktik kotor pengelolaan anggaran. Ia mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas.
“Kejaksaan Negeri Aceh Singkil harus segera menindaklanjuti temuan BPK. Banyak uang negara yang mengendap, masyarakat tak kunjung menerima haknya. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi indikasi kesengajaan. Kami juga meminta bupati segera mencopot MD. Pejabat arogan dan tidak profesional tidak layak memimpin,” tegas Syariski.
Kasus ini menelanjangi paradoks besar di Aceh Singkil: pemerintah bicara soal integritas, namun di balik panggung justru ada pejabat yang diduga bermain uang dan kekuasaan. Publik kini menunggu, apakah bupati dan kejaksaan berani membuktikan komitmen antikorupsi, atau justru membiarkan praktik busuk ini berlanjut. (TIM)