Jakarta – Komisi III DPR RI menetapkan 10 dari total 16 calon hakim agung yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Selasa (16/9/2025). Dalam proses seleksi final tersebut, enam nama dicoret, termasuk hakim Alimin Ribut Sujono—sosok yang dikenal publik karena menjatuhkan vonis mati kepada mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
Yang mengejutkan, Alimin tidak mendapat satu pun suara dari anggota Komisi III. Meski namanya sempat mencuat ke publik karena dikenal tegas di persidangan kasus pembunuhan Brigadir J, nyatanya rekam jejak itu tak cukup untuk meloloskannya menjadi hakim agung.
Penolakan terhadap Alimin diduga kuat berkaitan dengan pendapatnya soal hukuman mati, yang menjadi sorotan tajam dalam uji kelayakan pada 11 September lalu. Saat itu, anggota Komisi III, Benny K Harman, mencecar Alimin terkait vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Dalam pernyataannya, Benny menegaskan bahwa nyawa manusia adalah urusan Tuhan, bukan hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa. Hakim bukan Tuhan,” ujar Benny kepada Alimin dalam forum terbuka yang disiarkan ke publik.
Dalam forum tersebut, Alimin bersikukuh membela keputusannya, menyebut bahwa vonis mati adalah amanat dari undang-undang dan diberikan berdasarkan fakta-fakta hukum. Namun pernyataan itu rupanya tak cukup untuk meyakinkan mayoritas anggota dewan.
Dengan resmi tidak diloloskannya Alimin Ribut Sujono, sinyal kuat menguat bahwa mayoritas anggota Komisi III tidak sepakat dengan pendekatan penghukuman mati atau mungkin ingin calon yang memiliki pendekatan hukum yang lebih moderat. Padahal, publik sempat memberikan dukungan moral kepada Alimin kala ia dijadikan simbol ketegasan pengadilan dalam kasus yang menyita perhatian nasional tersebut.
Dari 10 nama yang lolos, mayoritas berasal dari kalangan hakim karier dan beberapa pernah terlibat dalam perkara-perkara besar, namun minim kontroversi dibandingkan Alimin. Proses seleksi ini pun dipastikan akan dibawa ke sidang paripurna DPR RI untuk disahkan secara resmi.
Sementara itu, publik di media sosial langsung bereaksi terhadap pencoretan Alimin. Banyak yang mempertanyakan keputusan DPR, menilai ketegasan hakim justru seharusnya menjadi nilai lebih, bukan penghambat. Bahkan tak sedikit yang menyebut bahwa Alimin hanyalah “korban” dari keberaniannya menegakkan hukum, meskipun jalurnya kontroversial.
Belum ada pernyataan resmi dari Alimin Ribut Sujono pasca pencoretan namanya. Namun pemantau hukum menyebut, langkah DPR ini kemungkinan akan memunculkan kembali perdebatan soal posisi hukuman mati dalam sistem hukum Indonesia yang konstitusional, namun terus diperdebatkan dari sisi HAM dan religiusitas.
Komisi III DPR dalam proses ini bertanggung jawab menyeleksi calon-calon hakim agung yang diajukan oleh Komisi Yudisial. Tahapan seleksi dilakukan melalui penilaian rekam jejak, pemaparan makalah, dan uji kelayakan yang bersifat terbuka. Meski tidak terikat secara formal dengan opini publik, keputusan Komisi III menjadi pintu utama calon-calon hakim agung untuk bisa duduk di Mahkamah Agung.