Bukan Soal Prestasi Saja! Ternyata Ini Alasan Indonesia Bisa Gagal Tampil di Ajang Olahraga Internasional

REDAKSI JABAR

- Redaksi

Selasa, 20 Mei 2025 - 12:33 WIB

5096 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Azka Jovita Syach Anggraini
Mahasiswi Fisip Unsil Semester VI

ARTIKEL, || Olahraga sering dianggap sebagai arena netral yang menjunjung tinggi sportivitas dan persaingan sehat. Namun, sejarah menunjukkan bahwa olahraga kerap menjadi panggung bagi kepentingan politik internasional.

Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan semangat olahraga yang tinggi, tidak luput dari dinamika ini. Dari era Presiden Soekarno hingga masa kini, kebijakan politik luar negeri Indonesia telah memengaruhi partisipasinya dalam ajang olahraga internasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketika Politik Menjadi Prioritas

Pada tahun 1962, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Namun, keputusan pemerintah untuk melarang partisipasi Israel dan Taiwan, dengan alasan solidaritas terhadap negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka, menuai kontroversi.

Sebagai respons terhadap kritik dan sanksi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC), Presiden Soekarno mendirikan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) pada tahun 1963. Ajang ini dimaksudkan sebagai alternatif dari Olimpiade, dengan semangat anti-imperialisme dan solidaritas negara-negara berkembang.

Namun, langkah ini berdampak pada hubungan Indonesia dengan IOC. Atlet yang berpartisipasi dalam GANEFO dilarang mengikuti Olimpiade Tokyo 1964, dan Indonesia menghadapi isolasi dalam komunitas olahraga internasional.

Meskipun GANEFO mencerminkan sikap politik Indonesia saat itu, konsekuensinya terhadap dunia olahraga nasional cukup signifikan, karena keanggotaan Indonesia di IOC dibekukan, dan menghilangkan kesempatan atlet-atlet berprestasi Indonesia untuk berlaga di Olimpiade. GANEFO seolah menjadi contoh nyata bagaimana olahraga bisa dijadikan alat propaganda ideologis dan diplomasi internasional.

Enam dekade kemudian, Indonesia kembali menghadapi dilema serupa. Sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, Indonesia menolak kehadiran tim nasional Israel, sejalan dengan posisi politik luar negerinya yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Akibatnya, FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah dan menjatuhkan sanksi finansial kepada PSSI. Keputusan ini memicu kekecewaan di kalangan penggemar sepak bola nasional dan menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan Indonesia dalam memisahkan politik dari olahraga.

Menpora Dito Ariotedjo menegaskan pentingnya memisahkan politik dari olahraga. Ia menyatakan bahwa diplomasi dan komunikasi yang baik dapat menjadi solusi untuk menghindari konflik serupa di masa depan. Pemerintah Indonesia berupaya menjaga agar olahraga tetap menjadi arena netral, meskipun tantangan politik internasional terus ada.

Prestasi atlet Indonesia di kancah internasional dapat menjadi alat diplomasi yang efektif. Contohnya, keberhasilan Megawati Hangestri Pertiwi di liga voli Korea Selatan meningkatkan citra positif Indonesia di mata dunia. Olahraga dapat menjadi sarana untuk memperkuat identitas nasional dan membangun hubungan internasional yang positif.

Politik dan olahraga memiliki hubungan yang kompleks. Sementara olahraga idealnya bebas dari intervensi politik, realitas menunjukkan bahwa keduanya sering bersinggungan. Indonesia perlu terus berupaya menjaga keseimbangan antara prinsip politik luar negeri dan komitmen terhadap nilai-nilai sportivitas internasional. Dengan pendekatan diplomasi yang cermat dan strategi komunikasi yang efektif, Indonesia dapat memastikan partisipasinya dalam ajang olahraga dunia tanpa mengorbankan prinsip-prinsip nasionalnya.

(Sumber : Antara News, KOMPASIANA)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Syahrial Koto: Ini Bukan Hanya Masjid, Tapi Pusat Peradaban Minang di Tanah Sunda
Antara Gerakan dan Kesadaran: Menemukan Makna Sejati dalam Shalat
Pemerintah dan Industri Media: Bersama Melindungi Hak-Hak Wartawan
Tasyakuran Harlah Ke-23 Partai Demokrat dan Peringatan Maulid Nabi di DPC Partai Demokrat Cianjur
Bey Machmudin Ingatkan Jangan Terjebak pada Tata Kelola “Fatamorgana
Dua Gerbang Keluar Masuk Aceh

Berita Terkait

Senin, 30 Juni 2025 - 16:31 WIB

Penilaian Akreditasi, Klinik Rutan Medan Tingkatkan Kualitas Pelayanan

Sabtu, 28 Juni 2025 - 22:40 WIB

Rutan Kelas I Medan Gelar Makan Gratis Dengan Anak-anak Panti Asuhan

Minggu, 25 Mei 2025 - 22:36 WIB

Polda Sumut Bergerak Cepat, Pelaku Pembacokan Jaksa Deli Serdang Ditangkap Kurang dari 10 Jam

Minggu, 25 Mei 2025 - 09:40 WIB

Pelanggaran UU SPPA? Penahanan Anak oleh Polsek Medan Labuhan Diprotes

Selasa, 29 April 2025 - 00:21 WIB

Semangat Baru Pemasyarakatan, Rutan Kelas I Medan Ikuti Tasyakuran Hari Bakti Pemasyarakatan Ke-61 Secara Virtual

Senin, 28 April 2025 - 23:48 WIB

Semangat Hari Bhakti Pemasyarakatan, Lapas Perempuan Medan Ikuti Tasyakuran HBP Ke-61

Senin, 28 April 2025 - 12:49 WIB

Buntut Kekecewaan di Medan Modif Contest Part 3: Peserta Soroti Transparansi Penilaian dan Janji Hadiah

Senin, 28 April 2025 - 11:44 WIB

Peserta Medan Modif Contest Part 3 Protes, Tuntut Transparansi Penjurian

Berita Terbaru

DAERAH

Pemdes Karyabakti diduga Gelapkan Bantuan KPM

Rabu, 2 Jul 2025 - 19:20 WIB